Inget banget deh gimana keukeuhnya aku ga bakal nyekolahin anak sampe bener2 cukup umur. Mau itu baby gym, baby class, PAUD, pokoknya kegiatan belajar dalam institusi resmi dengan metode pengajaran standar. Alesannya karena aku ga pengen anakku di 'doktrinasi sistem' sejak dini. Biarlah dia belajar dan bertumbuh dengan alami dari lingkungannya.Ternyata idealismeku runtuh juga…
Gara2nya nih, pertama karena ada kemungkinan aku ga bisa lagi fulltime nemenin Mozi di rumah, dan naga2nya dia bakal masuk Day Care nih. Makanya kami jadi pikir2 untuk melatih dia bergaul di tempat baru dengan orang2 baru tanpa ortunya.Gara2 kedua adalah dibukanya sebuah Day Care dan Baby Class di deket rumah. Wah lumayan nih kalo mau coba2, pikirku. Jadilah minggu lalu kami cari2 info di day care tersebut. Ah ternyata sama seperti Mozi, kami kurang sreg dengan Tempat Penitipan Anak ini. Karena masih baru jadi metodenya belum jelas, belum ada pesertanya dan pengajar/pengasuh nya masih belum kredibel dimata kami. Karena masih on-fire, kita jadi cari2 bandingan di Baby Class yang lain. Yang paling populer disini ada satu Baby Class di sebuah mall. Ga ada salahnya survey2. Eh ternyata boleh free-trial masuk kelas weekend ini. Selain pengen tau metode sekolahnya, kita juga pengen tau si Mozi nurun siapa; Bapaknya yang hobi sekolah dan kursus, atau ibunya yang free spirit? Dan kesimpulannya? Mozi nurun ibunya :D. Sementara bayi2 lain kudu duduk dipegang ibunya dan diajak tepuk tangan bersama2, Mozi mulet2 mulu ga mau dipegang.?? Padahal kalo di rumah bisa tuh disuruh tepuk tangan dll. Dia malah asik ketawa-ketiwi sama mbak2 yang nonton di luar, atau teriak2 nunjuk kereta mainan yang muterin mall, atau meronta2 pengen gendong Bapaknya.?? Beuh bersimbah peluh deh pokoknya. Selain Mozinya yang belum siap, kayaknya kitanya juga kurang sreg dari beberapa faktor. Kalo Day Care mungkin beda ya, tapi untuk Baby Class kayaknya engga deh, alasannya: Secara Umum- Kami ga sreg karena dari dua baby class yang kami kunjungi, semuanya menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris. Selain karena Mozi di rumah pake Bahasa Indonesia, kita juga ga berniat mengenalkan bahasa lain sebelum Mozi cukup menguasai bahasa ibu-nya.
- Secara garis besar yang diajarkan di Baby Class adalah kemampuan motorik dasar seperti menggenggam, menyentuh benda, merangkak, mendaki yang sebagian sudah dan bisa diajarkan di rumah karena toh ibunya bisa nemenin dia the whole day
- Kalo tujuannya adalah belajar sosialisasi antar anak seusianya, sepertinya Baby Class kurang pas. Karena anak lebih banyak berinteraksi dengan ortu dan pengajar dibanding teman2nya
- Kalo memang anaknya ga siap, kami rasa memaksakan dia masuk dan mengikuti 'pelajaran' di kelas akan sangat frustating buat anak dan ortunya.
Secara Khusus
- Belajar bahasa inggris itu perlu. Dan aku tau beberapa orang yang sudah secara serius mengajarkan bilingual bahkan trilingual pada anaknya. Afterall, mbahnya Mozi juga ngurusi English for Young Learners. Tapi itu kalo diajarkan dengan tepat. Lha ini….pronounciation ngaco, ngomong kayak robot, bahkan aku pun ga ngerti maksud gurunya apa.
- Dari kelasnya yang mengharuskan anak pake seragam dan tas kembar aja aku udah gak sreg. Aku pribadi pengen mengajarkan tentang keberagaman, bukan?? keseragaman.
- Aku ga yakin pengajar di kelas itu ada basic pendidikan mengajar atau menangani anak kecil deh, karena aku ga melihat trik2 khusus yang dipake untuk menangani anak yang rewel, ga mau nurut dan pasif.
- Mungkin karena menjual metode 'multimedia' jadi gurunya keliatan bergantung banget sama panduan audio-visual alias tape dan tivi. Jadi bukanya mengajar dengan luwes dan ceria, mereka malah menirukan panduan kayak kaset rusak, tanpa ekspresi dan terkesan rutinitas. I don't like that.
Nah itu tadi pertimbangan kami. Tentu saja ada banyak manfaat dan keuntungan dari Baby Gym dan Baby Class, tergantung orang tua akan memasukkan anaknya atau enggak.